30 Juli 2008

Perjalan itu, Intisari kehidupan manusia

Intisari dari perjalanan yang penuh dengan ketauladanan dari Nabi Besar Muhammad SAW, adalah mutiara – mutiara kehidupan yang tak ternilai. Perjalanan yang patut menjadi contoh suri tauladan kita sebagai ummat-Nya, dalam mencari ridho dan karunia kepada Allah ta’alla.
Oleh karenanya, kita sebagai ummat Islam merasa terpanggil dan wajib untuk mensyiarkan pengalaman Perjalanan Nabi Muhammad SAW sebagai suatu perjalanan religius ISRA’ MI’RAJ kepada manusia, agar perjalanan spiritual Nabi menjadi pelajaran yang mendalam bagi diri kita sendiri dan ummat manusia umumnya.

Lanjut Kang......

17 Juli 2008

Murid baru itu, Baju baru dan Buku baru

Hari-hari belakangan ini sekolah sedang ramai-ramainya, menerima murid baru, kenaikan kelas dan sebagainya, tentu hal ini menjadi kesibukan tersendiri.
Kecuali yang sibuk sekolah, orang tua murid juga tak kalah sibuknya, ada orang tua yang sibuk mendaftar ulang anaknya yang naik kelas, dan ada juga orang tua yang sibuk memasukkan anaknya kesuatu sekolah pilihannya.
Dari dua-duanya orang tua yang sibuk tadi, ternyata orang tua yang mendaftar ulang itu yang lebih sibuk dari orang tua yang hanya mendaftarkan anaknya masuk sekolah, tapi, ah mungkin dua-duanya sama-sama pusing, tapi saya coba untuk membahas orang tua yang sedang daftar ulang anaknya begini, orang tua ini harus mengeluarkan anggaran untuk membeli buku baru untuk kelas yang baru, padahal kalau si orang tua itu boleh berharap, bahwa buku itu bisa didapat dari kakak-kakaknya sehingga tidak harus beli buku baru, mereka, orang tua ini harus beli buku baru karena buku-buku yang lama sudah tidak bisa dipakai lagi, dengan alasan buku itu sudah diganti judulnya, sudah ganti kurikulumnya, dan entah apalagi alasan itu didapatnya sehingga mereka mau tidak mau harus membeli buku baru itu kalau tidak ingin anaknya tertinggal pelajarannya sebab tidak adanya buku yang dia punya.
Dengan kejadian itu, saya sempat berfikir apakah setiap ganti tahun pelajaran ganti pula buku pelajaran sekolahnya, kalau itu yang terjadi wah bisa-bisa mereka-mereka para orang tua ini tiap tahun dibuat pusing karena harus mengeluarkan uang untuk beli buku baru dan setelah satu tahun buku tersebut tidak dipakai lagi karena sekolah mengharuskan memakai buku baru lagi yang tentunya tidak sama dengan buku untuk kelas yang sama di tahun yang kemarin, memang di sekolah sudah disediakan buku-buku pelajaran yang menjadi kewajiban pokok sekolahnya, tetapi sekolah masih tetap mengajurkan untuk membeli buku yang disekolah tidak disediakan, dan ini biasanya jumlahnya lebih banyak ketimbang yang disediakan. Apakah ini yang disebut dengan pendidikan murah bagi masyarakat ? saya yakin model seperti ini bukan model yang kita inginkan, sebab sekolah seperti inilah adalah sekolah yang hanya berorientasi pada bisnis saja, trus kapan sekolah akan berpihak ke masyarakat kecil, yaitu anak-anak yang berhak untuk mengenyam pendidikan di Indonesia ini.

Lanjut Kang......

14 Juli 2008

TO WANA itu, The Folklife Performance

Entah mengapa hari Minggu 14 Juli 2008 kemarin itu saya ingin sekali menyaksikan pertunjukan yang satu ini. Meski saya sering nongkrong di Taman Budaya Timur dan seringkali menyaksikan berbagai pertunjukan disana, hari itu tidak seperti biasanya, keinginan untuk menyaksikan acara ini sungguh sangat ingin sekali kutonton, acaranya adalah penampilan kehidupan tradisi, THE FOLKLIFE FERMOMANCE : The Indigenous Forest – Dwelling People in Morowali Central Sulawesi. Untuk lebih sekedar menyampaikan apa yang sudah saya saksikan, saya mencoba menulis dengan harapan apa yang saya berikan ini akan bermanfaat bagi saya khususnya dan pembaca pada umumnya, sebab dengan tulisan ini saya bisa getok tular [ penyambung lidah] apa yang diharapkan penyaji yaitu adannya masyarakat yang peduli pada kehidupan masyarakat suku TO WANA yang hidup dalam keterasingan di hutan-hutan Sulawesi Tengah, dalam hal pendidikan dan kesehatan yang dibutuhkan. Inilah sedikit tentang To Wana itu;
PROFIL
To Wana atau orang Wana di Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah menempati wilayah Kecamatan Bungku Utara dengan anak sukunya yakni Lalaeo, Brangas dan Topolempa. Sebagian mereka sudah menempati beberapa desa yakni Lemo, Taronggo dan Uemasi sementara yang lain masih menempati hutan-hutan yang sangat sulit untuk dijangkau. Wana berasal dari bahasa Sanskrit yang berarti hutan sehingga To Wana berarti “orang hutan” atau masyarakat penghuni hutan. To Wana (outsider term) sesungguhnya adalah penamaan orang Belanda terhadap suku ini yang kemudian menjadi popular dan masih digunakan sampai sekarang. To Wana sendiri tidak keberatan dengan istilah tersebut meskipun mereka menyebut dirinya sebagai Topo Ta’a atau Ta’a Wana (insider term) yang berarti irang yang menggunakan bahasa Taa. To Wana dikenal sebagai peladang berpindah-pindah dengan system rotasi, menggunakan sistem barter dalam bertransaksi, mempunyai pandangan yang sederhana tentang hidup dan alam, sebagai penyumpit ulung dan mempercayai bahwa hutan adalah rumah sekaligus nenek moyang mereka.
The Folklife Perfomace “To wana : The Indigenous Forest-Fwelling People in Morowali” terdiri dari :
Kayori (Syair Pembuka )
Kayori adalah sastra tutur To Wana dalam mengungkapkan pesan melalui syair yang mengandung maksud tertentu secara tidak langsung. Musik Musik yang ditampilkan adalah medley dari beberapa musik To Wana seperti Talali (suling), Gaso-Geso ( alat gersek), Popondo (alat petik yang menggunakan bagian depan tubuh sebagai resonator), Tutubua (alat berdawai dari bamboo) gong dan ganda (gendang).
Tari-Tarian
Tiga jenis tari yang ditampilkan adalah Dendelu, Salode dan Tandebomba. Dandelu adalah tarian mellingkar dengan iringan syair-syair yang dinyanyikan oleh penarinya sendiri. Salonde adalah tarian yang dimainkan oleh para wanita Wana untuk menyatakan rasa syukur atas berbagai hal. Tandebomba adalah tari yang dimainkan oleh pria dan wanita.
Permainan Rakyat ( Mawinti )
Mawinti adalah permainan laki-laki To Wana dalam bentuk adu betis untuk mengisi waktu luang di dalam aktifitas yang berhubungan dengan pertanian msialnya awal menanam padi dan pada saat panen.
Atraksi Manyopu ( Menyumpit )
Menyumpit adalah salah satu aktifitas yang penting dalam kehidupan keseharian To Wana untuk keperluan beburu binatang seperti burung, monyet, babi serta berbagai senjata untuk membela diri dari berbagai ancaman.
Upacara Pengobatan ( Momago )
Upacara pengobatan atau Momago (mobolong ) masyarakat To Wana memanfaatkan kekuatan roh-roh yang bersemayam dialam seperti di pohon-pohon besar, di empat yang curam atau dimata air. Dalam upacara ini peran dukun (walia) sangat penting sebagai perantara kekuatan roh untuk menyembuhkan si sakit.
Upacara Momata
Upacara Momata adalah suatau upacara mayarakat To Wana untuk menghilangkan kenangan pada orang yang meninggal, tradisi ini ditandai dengan menghancurkan rumah yang mereka tinggali untuk berpindah ketempat lain. Tradisi ini dilakukan karena mereka percaya, bila ada yang telah meninggal di suatu tempat maka itu tanda ketidakberuntungan. Penghancuran rumah ini merupakan puncak kataris Orang Wana.
Itulah yang saya dapatkan ketika saya menyaksikan pertunjukan sampai selesai, ada rasa trenyuh, cinta dan benar ini adalah salah satu dari sebagian ribuah keanekaragman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, salah satu budaya yang wajib kita lestarikan, demi Indonesia yang ber Bhine Tunggal Ika.
sumber [ brosur, nonton langsung]

Lanjut Kang......

7 Juli 2008

Java Moca cafe itu, ketiga kalinya

[ini foto temen saya, yang saya jepret]
Ditempat ini saya meletakkan pantatku sebanyak 3 kali, pertama: ketika saya coba sendiri [sore] waktu mau menjemput non, kedua: saya dan temen-temen sitac datang menemui relasi kerja baru, untuk sebuah urusan pekerjaan yang katanya pekerjaan ini besar, hanya letaknya ada di Jawa tengah, tepatnya di Purworejo, saya tidak berharap banyak hal pekerjaan ini, sebab si bos sendiri kelihatan tidak respect [mungkin karena kesempatan ini dibawa oleh teman saya yang satpam itu] sehingga bos terleihat wegah dan ndak seratus persen menanggapi. Tapi bagi saya apapun dan dari manapun kesempatan itu akan saya untuk menindaklanjuti, barangkali kesempatan ini benar dan yang jelas, dapat memberi keuntungan bagi kantor dimana saya bekerja, jadi apa ruginya kalau persiapan ini saya runuti. Ke tiga: kali ketiga ini saya sendiri lagi, tidak ada teman, suasana tidak begitu ramai, cukup untuk sebuah tempat pelepas kepenatan, setelah seharian bekerja dan ngloyor dari Gresik ke pusat kota, waktunya lama jadi praktis waktu semuanya saya gunakan untuk browsing kesana kemari, selain posting ini.

Ah ...... kenapa ya? makin lama kepala ini terasa pusing, apa gara-gara santapan yang saya makan ini. Entah ...... tapi yang jelas semakin lama pusing ini juga semakin berkurang peningnya.

Lanjut Kang......

Cross Culture Festival 2008 itu,YOSAKOI dan REMO

Dalam rangkaian acara Cross Culture Festival 2008, Saptu 5 Juli 2008 dilaksanakan festival tari YOSAKOI dan tari REMO. Yosakoi adalah tarian tradisional Jepang yang sangat popular di negara itu, begitu juga dengan tari Remo, juga tarian tradisional yang poluler di Jawa Timur.
Festival yang dilaksanakan di Taman Bungkul di hari Saptu tersebut menarik peminat baik peserta maupun penontonnya. Tari Yosakoi yang merupakan tarian tradisional Jepang pun sangat digemari disini, buktinya ? bahwa pesertanya mencapai jumlah yang tidak sedikit yang berasal dari berbagai kelompok, pelajar, mahasiswa, perkumpulan dan lain –lain, bahkan pesertanya tidak hanya dari kota Surabaya, tetapi juga dari luar kota, seperti misalnya kelompok dari Universitas Gajah Mada – Jogyakarta ini.
Festival Yosakoi di Surabaya yang digelar dalam rangka Cross Culture Festival 2008 ini selain untuk memperingati hubungan dua negara Jepang dan Indonesia, juga mencari pemenang dari festival ini yang akan diberangkatkan di tingkat Nasional di Jakarta dan bertanding dengan para pemenang dari daerah yang lain.

Minggu siang itu, setelah penyajian tari Yosakoi selesai dilanjutkan dengan festival REMO. Seperti ferstival tari sebelumnya, festival tari Remopun tidak kalahnya meriahnya, selain pesertanya yang relatif cukup banyak banyak, juga pesertanya ini datang dari berbagai daerah disekitar Surabaya, seperti Mojokerto, Sidoarjo dan lain-lain.
Tari Remo yang merupakan tari khas Jawa Timur ini oleh beberapa kelompok seni tari di Surabaya, adalah merupakan salah satu materi tari yang diajarkan kepada muri-muridnya, sehingga tidak heran apabila dalam acara Cross Culture Festival 2008 yang dilaksanakan Saptu kemarin juga menyedot animo para peserta dari bebarapa kelompok / grup tari yang ada di Surabaya dan sekitarnya, bahkan untuk tari ini karena banyaknya peserta dari berbagai usia maka, untuk kali ini pesertanya dibagi menjadi 2 katagori, yaitu katagori dewasa dan katagori anak-anak.
Tari Remo sebagai tari selamat datang yang enerjik dan dinamis itu juga mempunyai berbagai jenis diantaranya jenis tari Remo Jugag dan Remo khas Jombangan, tapi dari gerak dan musik pengiringnya tidak begitu nampak perbedaannya.

Lanjut Kang......