14 Juni 2010

Sore di Pabean, melihat saudara kita juga



Sore di Pasar Pabean
Terang sebentar lagi kita tinggalkan kawan......
dan digantikan dengan malam
seperti malam-malam kemarin
kita masih disini :
bercengkrama dengan bau amis
serta tumpukan ikan-ikan didepan kita.
dinginnya bongkahan batu es,
sesaknya orang-orang berjubel,
dan semua itu.....,
masih nafas hidup kita.
Sepatu ini masih harus kita pakai
karena jalan disini becek, basah dan kotor
tapi inilah keseharian kita
bau amis adalah detak kehidupan
beceknya lumpur adalah jalanan hidup
dan semua ini adalah detak jantung kita
yang akan selalu menjalar dalam
malam-malam kita selanjutnya
aku melihat kehidupan kawan bersama ikan-ikan

[Untuk sedulur yang bergumul dengan kehidupannya sendiri.....aku masih menjadi temanmu....]

7 komentar:

Ndoro Seten mengatakan...

wah asyikkk tuh.....blanjane mesti luwih murah yo Mas?

nahdhi mengatakan...

Begitulah pasar tradisional masih tetep hidup dan terus diminati di tengah gerusan pasar-pasar bergaya modern.

ikhsan mengatakan...

puisine sungguh menyentuh :)

Gus Ikhwan mengatakan...

ntw soal pabean kui endi to mas, daerah magelang opo ora....

Manda La Mendol mengatakan...

wadoh ben bengi aku sobo rene, kulakan kerang gawe dodolan

bayu mengatakan...

photonya kok kayak jadul bwanget...emang diphotosop ya pak..?? hihihihi

Kang Eko mengatakan...

@Ndoro: iyo as blonj neng pasar iki iwak2 regane luwih murah...
@nahdi: benar mas...pasar tradisional menjadi tumouan masyarakat kecil
@Ikhsan: makasih mas...
@Gus: iki daerah Suroboyo mas
@manda: berarti baline lewat ngarep gangku...
@bayu: ini pake photo scape...piye ? sip to

Posting Komentar