17 Juli 2008

Murid baru itu, Baju baru dan Buku baru

Hari-hari belakangan ini sekolah sedang ramai-ramainya, menerima murid baru, kenaikan kelas dan sebagainya, tentu hal ini menjadi kesibukan tersendiri.
Kecuali yang sibuk sekolah, orang tua murid juga tak kalah sibuknya, ada orang tua yang sibuk mendaftar ulang anaknya yang naik kelas, dan ada juga orang tua yang sibuk memasukkan anaknya kesuatu sekolah pilihannya.
Dari dua-duanya orang tua yang sibuk tadi, ternyata orang tua yang mendaftar ulang itu yang lebih sibuk dari orang tua yang hanya mendaftarkan anaknya masuk sekolah, tapi, ah mungkin dua-duanya sama-sama pusing, tapi saya coba untuk membahas orang tua yang sedang daftar ulang anaknya begini, orang tua ini harus mengeluarkan anggaran untuk membeli buku baru untuk kelas yang baru, padahal kalau si orang tua itu boleh berharap, bahwa buku itu bisa didapat dari kakak-kakaknya sehingga tidak harus beli buku baru, mereka, orang tua ini harus beli buku baru karena buku-buku yang lama sudah tidak bisa dipakai lagi, dengan alasan buku itu sudah diganti judulnya, sudah ganti kurikulumnya, dan entah apalagi alasan itu didapatnya sehingga mereka mau tidak mau harus membeli buku baru itu kalau tidak ingin anaknya tertinggal pelajarannya sebab tidak adanya buku yang dia punya.
Dengan kejadian itu, saya sempat berfikir apakah setiap ganti tahun pelajaran ganti pula buku pelajaran sekolahnya, kalau itu yang terjadi wah bisa-bisa mereka-mereka para orang tua ini tiap tahun dibuat pusing karena harus mengeluarkan uang untuk beli buku baru dan setelah satu tahun buku tersebut tidak dipakai lagi karena sekolah mengharuskan memakai buku baru lagi yang tentunya tidak sama dengan buku untuk kelas yang sama di tahun yang kemarin, memang di sekolah sudah disediakan buku-buku pelajaran yang menjadi kewajiban pokok sekolahnya, tetapi sekolah masih tetap mengajurkan untuk membeli buku yang disekolah tidak disediakan, dan ini biasanya jumlahnya lebih banyak ketimbang yang disediakan. Apakah ini yang disebut dengan pendidikan murah bagi masyarakat ? saya yakin model seperti ini bukan model yang kita inginkan, sebab sekolah seperti inilah adalah sekolah yang hanya berorientasi pada bisnis saja, trus kapan sekolah akan berpihak ke masyarakat kecil, yaitu anak-anak yang berhak untuk mengenyam pendidikan di Indonesia ini.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Yah... namanya bisnis Mas... pendidikan sudah jadi komoditas. Kasihan yang tidak punya uang...

Salam kenal Mas....

Kang Eko mengatakan...

iya kang, pendidikan kok menjadi ndak didik ya !kapan ini akan berubah

Anonim mengatakan...

salam kenal mas. miris ya melihat dunia pendidikan di indonesia. padahal menurut pasal 26 ayat 1 deklarasi universal ham setiap orang berhak memperoleh pendidikan. pendidikan harus cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar dst

kebetulan saya bersama teman-teman dari tahun 2003 menjalankan sekolah nonformal gratis setara sd,smp dan smu bernama tan malaka. walaupun gedung sekolahnya masih numpang sana numpang sini tapi alhamdulillah sudah meluluskan sekitar 300an murid dari keluarga tidak mampu dan putus sekolah. mohon doanya mas mudah2an kita masih punya tenaga dan semangat. amin

Kang Eko mengatakan...

Terima kasih kunjungannya mas panca, betul mungkin kita adalah sebagian dari orang yang berpikiran seperti itu, setiap tahun berganti setiap kali itu pula hati meretas, setidaknya kita sudah merdeka berpuluh-puluh tahun tetapi kita tidak merdeka di dunia pendidikan ini.

Posting Komentar